Judul buku : Rumah Tanpa Jendela
Pengarang : Asma Nadia
Penerbit : KOMPAS
Editor : Mulyawan Karim
Sutradara : Aditya Gumay
Terbit : Januari 2012
Isi : Novel 180 halaman, Skenario 199
halaman
Harga Buku : Rp 50.000 (Novel + Skenario)
SINOPSIS
Rara (Dwi Tasya) gadis kecil berusia
8 tahun penghuni rumah tak berjendela di sebuah perkampungan kumuh di pinggiran
jakarta. Ia mempunyai mimpi sederhana yaitu ingin memiliki jendela untuk rumah
tripleksnya.
Si
Mbok (Ingrid Widjanarko), neneknya Rara – yang sakit-sakitan dan ayahnya, Raga
(Rafi Ahmad) yang berjualan ikan hias dan tukang sol sepatu, tidak cukup punya
uang untuk membuat atau membeli bahkan hanya selembar daun jendela dan kusennya
saja. Rara juga punya Bude, Asih (Yuni Shara).
Bersama
teman-temannya yati, akbar,dan rafi sesama anak pemulung, sebelum ngamen atau
ngojek payung jika hari sedang hujan, Rara sekolah di tempat sederhana khusus
untuk anak jalanan. Bu Alya (Varissa Camelia) satu-satunya pengajar sukarelawan
disitu yang membimbing dan membina anak-anak pemulung tersebut.
Di
tempat lain, di perumahan mewah kota Jakarta – adalah Aldo (Emir Mahira) anak
lelaki berusia 11 tahun yang sedikit terbelakang, merindukan seorang teman di
tengah keluarganya yang sibuk dengan urusannya masing-masing. Ia anak bungsu dari
pengusaha sukses, Pak Syahri (Aswin Fabanyo) dan Nyonya Ratna (Alicia Djohar).
Kehadiran Nek Aisyah (Atie Kanser) – Ibu Pak Syahri menjadi penghiburan untuk
Aldo. Nek Aisyah sangat menyayanginya.
Asmarani Rosalba (lahir di Jakarta
tahun 1972),
lebih dikenal sebagai Asma Nadia, adalah penulis Indonesia. Saat
ini dikenal sebagai Ketua Forum Lingkar Pena, suatu perkumpulan yang ikut
dibidaninya untuk membantu penulis-penulis muda. Ia juga menjadi Ketua Yayasan
Lingkar Pena, dan manajer Lingkar Pena Publishing House. Karena karya-karyanya
ia pernah mendapat berbagai penghargaan. Selain menulis, Asma sering diminta
untuk memberi materi dalam berbagai loka karya yang berkaitan
dengan penulisan serta keperempuanan.
Buku
ini menceritakan tentang seorang anak perempuan yang ingin mempunyai jendela
dirumahnya. Rara tinggal bersama ibu dan bapaknya disebuah gubuk kecil. Ibunya
yang penuh lemah lembut selalu mengajari rara untuk mengaji, sholat, dan selalu
bersyukur. Rara mempunyai dua dunia didalam fikirannya, ibunya selalu
mengajarkannya untuk bermimpi dan berimajinasi. Walaupun awalnya sulit kini
rara mulai terbiasa sehingga dia selalu menghayal ke dunia imajinasinya. Suatu
hari rara mendapat kabar akan mendapat adik baru, dia sangat senang mendengar
kabar itu dari bapaknya. Kandungan ibunya sudah mulai membesar, saat itu hujan
yang deras turun. Ibunya hanya seorang diri dirumah lalu sang ibu terpeleset
karna tetesan air hujan masuk kedalam rumah dari genteng yang bocor. Rara yang
baru pulang mengamen kaget melihat ibunya terkapar tak berdaya dilantai dengan
darah yang terus mengalir dari kaki ibunya.Sejak saat itu ibunya meninggal
dunia dan rara sekarang tinggal dengan
si Mbok, Bapak dan bude Asih.
Ayah rara berusaha mewujudkan mimpi
anaknya. Dengan memberi kejutan lukisan jendela. Rara kecewa karena jendelanya
tidak berlubang. Saat bertemu tukang kusen jendela, raga menukar ikan yang
dijual dengan kusen. Apadaya kebakaran telah merenggut impian. Akhirnya bapak
rara meninggal dan si Mbok dirawat dirumah sakit.
Suatu hari, Aldo berkenalan dengan Rara yang saat itu tengah mengojek payung
dan terserempet mobil Aldo. Sejak kejadian itu Rara bersahabat dekat dengan
Aldo. Sampai Aldo mau menyumbangkan buku di sekolah perkampungan kumuh. Aldo anak orang kaya yang punya keterbelakangan mental. Saat
suatu peristiwa terjadi di rumah Aldo semua panik karena karena Aldo minggat
dari rumah, kecewa dengan sikap kakaknya yang terang-terangan mengatakan merasa
malu memiliki adik seperti dirinya.
Novel
yang dikembangkan dari cerpen Asma yang berjudul Jendela Rara, ini mengangkat
tema yang sangat sederhana. Namun mampu membeberkan permasalahan di dua kelompok
masyarakat Jakarta. Si kaya dengan ketidakbersyukurannya, dan si miskin dengan
ketidakberdayaannya sebagai kaum papa. Akan kamu temukan cerita cinta, sedikit
komedi, persahabatan, dan perjuangan, di dalamnya.
Kelemahan
dalam novel ini adalah alur ceritanya yang sedikit melompat-lompat sehingga
pembaca merasa agak binggung untuk memahaminya. Seandainya
cerita dikemas dalam bentuk tulisan yang mengalir tanpa harus tiba-tiba
membahas satu orang atau satu kejadian berbeda di tengah cerita pasti akan
lebih bagus.
Berkat alur
ceritanya yang inspiratif, cerpen yang terbit pada Januari 2011 ini telah
diadaptasi menjadi film layar lebar berjudul sama yang dibintangi Dwi Tasya dan
Emir Mahira. Cerpen lain karya Asma Nadia, Emak ingin naik Haji, juga pernah
diangkat ke layar lebar dan meraih banyak penghargaan. Novel dan Filmnya sangat
menyentuh hati. Layak untuk ditonton...
Buka jendelamu, buka jendela hati kita .. ^_^